Tiada Tuhan Selain Allah, Muhammad Rasulullah

Kamis, 16 Juni 2011

BULAN RAJAB

Amalan di Bulan Rajab
Jauhnya sebagian umat Islam dari ajaran agamanya mengakibatkan mereka tak mampu membedakan antara ajaran agama atau bukan. Sesuatu yang merupakan ajaran agama terkadang dipandang bukan ajaran agama. Sebaliknya, sesuatu yang bukan ajaran agama justru dipandang sebagai ajaran agama.
Di sinilah peran ilmu syar'i sangat penting dan menentukan, sehingga seseorang tak salah dalam mengklasifikasikan suatu persoalan, ushuliyah kah (pokok/prinsip) atau tergolong masalah furu'iyah (cabang) yang di dalamnya terbuka pintu ijtihad dan perbedaan pendapat.
Di sisi lain, ada beberapa persoalan yang secara jelas termasuk yang diada-adakan dalam agama ini yang seharusnya ditinggalkan karena tidak berdasarkan dalil yang jelas dan tegas, tetapi diamalkan oleh sebagian besar umat Islam

Dalam hal ini ada dua kemungkinan.

Pertama, bisa jadi mereka melakukan amalan tersebut karena tidak tahu bahwa hal itu tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam, sehingga menganggapnya sebagai ajaran agama.
Kedua, mengetahui bahwa hal itu sebagai perbuatan yang tidak ada dasar dan dalilnya, tetapi dengan berbagai dalih dan pembenaran yang dipaksakan, mereka melakukan perbuatan tersebut, sehingga semakin memantapkan orang-orang awam bahwa hal itu merupakan ajaran agama yang harus diamalkan.
Padahal, Allah i]Subhanahu waTa’alatidak menerima amalan seseorang, kecuali yang memang merupakan ajaran agama dan dicontohkan oleh Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,"Barangsiapa melakukan suatu amalan tidak atas perintahku maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim).
Ajaran Yang Tidak Ada Perintah Dari Rasululllah shalllallahu ‘alaihi wasallam, Tapi Membudaya Dan Diamalkan Umat.
Di antara persoalan yang termasuk tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam tetapi kebanyakan umat Islam melakukannya adalah memilih bulan Rajab untuk melakukan ibadah-ibadah khusus, misalnya puasa sebulan penuh atau sebagiannya, dan meyakininya memiliki keutamaan yang besar. Atau -dan ini turun temurun sejak nenek moyang- menyelenggarakan peringatan Isra' Mi'raj pada malam 27 Rajab atau malam lain di bulan tersebut.
Biasanya, peringatan Isra' Mi'raj itu diselenggarakan di dalam masjid. Masyarakat yang hadir dalam peringatan tersebut dari berbagai kalangan . Dari orang-orang awam, ulama hingga para pejabat.
Karena sangat semarak dan ramainya peringatan Isra' Mi'raj tersebut, kadang-kadang umat Islam yang hadir lupa bahwa mereka sedang berada di rumah Allah Subhanahu waTa’ala. Akhirnya tak terhindarkan lagi bercampurnya kebenaran dan kebatilan dalam masjid tersebut, sehingga masjid itu berubah fungsinya menjadi tempat keramaian dan bersenang-senang/ hiburan.
Masjid-masjid itu boleh dan sah diadakan berbagai pertemuan yang diselenggarakan di dalamnya, jika berupa majlis ta'lim, mengaji kandungan al-Qur'an al-Karim atau halaqah ilmu-ilmu agama, berdzikir kepada Allah Subhanahu waTa’ala, memusyawarahkan perkara-perkara yang bermanfaat bagi umat dan lain-lain yang masih dalam kerangka beribadah kepada Allah Subhanahu waTa’ala.
Masjid bukan tempat peringatan dan pertemuan yang tujuannya sempit dan terbatas, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut diridhai Allah Subhanahu waTa’ala atau dimurkaiNya.
Dan perlu kita ketahui, sesungguhnya acara-acara penyelenggaraan peringatan Isra' Mi'raj tersebut tidaklah pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya orang-orang datang dalam peringatan Isra' Mi'raj tersebut untuk mendengar beberapa hal:
Pertama: Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an dari seorang qari' terkenal dengan suara meliuk-liuk yang bisa diduga agar -wallahu a'lam- mendapatkan simpati dan kekaguman dari para pendengarnya.
Kedua: Mendengarkan ceramah agama, yang biasanya oleh seorang yang dikenal pandai melucu di sela-sela ceramahnya. Atau oleh orang yang pandai berkomunikasi dengan para pendengarnya. Adapun kriteria kadar keilmuan dan kewara'an sang penceramah merupakan sesuatu yang hampir terlupakan.
Acara-acara di atas menelan biaya cukup besar, bahkan ada yang hingga puluhan juta rupiah. Dan, bila acara tersebut terselenggara dengan baik, peringatan Isra' Mi'raj pun dianggap sukses.
Orang-orang awam menganggap bawah itulah agama, itulah ajaran Islam. Dan mungkin sebagian mereka beranggapan, asal telah menyelenggarakan berbagai acara tersebut, berarti mereka telah menunaikan kewajiban agama.
Tidak sedikit mereka yang percaya dengan upacara peringatan-peringatan itu tidak menjaga shalatnya, berbalikan dengan semangat mereka menyelenggarakan berbagai macam peringatan tersebut. Bahkan tak jarang di antara mereka ada yang datang ke masjid hanya sekali dalam seminggu karena harus melaksanakan shalat Jum'at.
Ini adalah keawaman umat Islam. Karena itu kewajiban para ulama pewaris para Nabi menerangkan ajaran Islam kepada umatnya tanpa menyimpangkannya atau menghiasai kebenaran dengan kebatilan, dengan maksud untuk lebih menarik simpati dan mendapatkan banyak pengikut.
Perkara lain yang tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam di bulan Rajab adalah -ini biasanya dilakukan oleh sebagian wanita muslimah- ziarah kubur pada hari Kamis, pekan pertama dari bulan Rajab. Dalam ziarah tersebut mereka membawa berbagai makanan lezat, buah-buahan segar dan minuman yang serba enak. Berbagai bawaan itu mereka bagi-bagikan kepada orang-orang yang sedang berkerumun di kuburan. Dan, sebagiannya membacakan al-Qur'an di beberapa sudut pekuburan. Perbuatan yang mereka anggap baik itu, justeru menjerumuskan mereka pada lumpur dosa.
Pertama: Mereka menyiapkan dirinya mendapat laknat Allah Subhanahu waTa'ala , karena sesungguh-nya Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam mendoakan buruk atas para wanita yang berziarah kubur, sebagaimana dalam sabda beliau,"Allah Subhanahu waTa'ala melaknat para wanita yang berziarah kubur, mereka yang membangun masjid-masjid di atasnya, dan meneranginya dengan lampu-lampu." (HR. Abu Daud dan lainnya, Ahmad Syakir berkata, hadits hasan).
Kedua: Membagi-bagikan sedekah di kuburan akan membuat fitnah kepada manusia, sebab mereka akan berebut pergi ke lokasi-lokasi kuburan tempat pembagian sedekah. Lalu apa pula landasan para wanita tersebut, sehingga harus mengkhususkan membagi-bagikan sedekah di kuburan? Apakah sedekah hanya diterima jika dibagi-bagikan di kuburan? Padahal Allah Subhanahu waTa'ala akan menerima setiap sedekah, asalkan dikeluarkan dengan ikhlas, kapan dan di mana pun sedekah itu dikeluarkan.
Ketiga: Allah Subhanahu waTa'ala menurunkan Al-Qur'an sebagai peringatan bagi orang-orang hidup. Benar bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat doa-doa yang berfaedah untuk pembacanya, yang merenungkan dan memahami isinya. Tetapi bukan untuk orang-orang yang telah wafat. Apa manfaat pembacaan ayat atau surat yang berisi tentang peringatan akan adzab Allah Subhanahu waTa'ala, kisah-kisah masa lalu, ayat-ayat hukum dalam soal harta waris, thalak, nikah, jihad, amar ma'ruf dan nahi munkar kepada orang yang telah meninggal dunia?
Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam mendoakan orang yang telah meninggal dan memohonkannya ampun kepada Allah shalllallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi beliau tidak memba-cakan al-Qur'an atas mayit tersebut.
Adapun puasa pada bulan Rajab, dibolehkan selama merupakan kebiasaan orang yang melakukannya. Seperti bagi yang terbiasa melakukan puasa Senin-Kamis, atau puasa tiga hari pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijriyah.
Hadits-hadits Palsu dan Tidak Shahih Seputar Bulan Rajab
Di antara hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu' (palsu) yang sering dijadikan pegangan untuk amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab adalah:
"Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku."
Diriwayatkan secara mursal oleh Abu al-Fatah bin Abi al-Fawaris, dalam “Amaliyah” (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 3094, karya al-Albani).
"Sesungguhnya di Surga terdapat sungai yang dinamakan sungai Rajab. Airnya lebih putih daripada susu, (rasanya) lebih manis daripada madu. Barangsiapa puasa sehari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tersebut." Diriwayatkan oleh Syairazi dalam Alqab (hadits maudhu', lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 1902, karya al-Albani).
"Barangsiapa puasa tiga hari dalam bulan haram (yakni hari) Kamis, Jum'at dan Sabtu, maka Allah menuliskan untuknya (pahala) ibadah (selama) dua tahun." (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 5649, karya al-Albani).
"Keutamaan bulan Rajab atas segenap bulan lain seperti keutamaan al-Qur'an atas segenap per-kataan (manusia)." Ibnu Hajar berkomentar, hadits ini maudhu'. (Lihat: Kitab “Kasyfu al-Khafa’ 2/110, karya al-Ajaluni).
Mengkhususkan puasa pada bulan Rajab dan Sya'ban, sama sekali tidak berdasarkan pada dalil. Diriwayatkan bahwa Umar z memukul orang yang berpuasa pada bulan Rajab. Selanjutnya beliau berkata, “Rajab adalah bulan yang sangat diagung-agungkan oleh orang-orang Jahiliyah.”(Shahih. Lihat: “al-Irwa’, hal. 957, karya al-Albani).
Ibnu Hajar berkata, “Tidak ada satupun hadits shahih tentang keutamaan bulan rajab, serta mengkhususkan puasa pada hari tertentu di dalamnya, juga tidak qiyamullail pada malam tertentu, yang bisa dijadikan dalil dalam masalah tersebut (Lihat: “Tabyinu al-’Ajab, hal.21, karya Ibnu Hajar).
Dalil Palsu Mereka Seputar Bulan Rajab
Adapun hadits-hadits maudhu' yang mereka jadikan dalil amalan mereka memang banyak. Untuk menjelaskan ketidak benaran dalil mereka, asy-Syaukani dalam “al-Fawaid al-Majmu'ah Fi al-Ahadits al-Maudhu-'ah” menyebutkan beberapa dalil mereka di antaranya:
1. "Perbanyaklah istighfar di bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap saat daripadanya, Allah Subhanahu waTa'ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab) Neraka." (Hadits maudhu').
2. "Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab dan melakukan qiyamullail pada suatu malam saja, niscaya Allah Subhanahu waTa'ala akan mengutus padanya pengaman pada hari Kiamat." (Hadits maudhu').
3. "Barangsiapa melakukan qiyamullail semalam dari bulan Rajab dan berpuasa sehari daripadanya, niscaya Allah Subhanahu waTa'ala akan memberinya makan dari buah-buahan Surga." (Hadits maudhu').
4. "Rajab adalah bulan Allah Subhanahu waTa'ala yang paling baik untuk berpuasa, karena Dia mengkhusus-kannya untuk diriNya. Barangsiapa berpuasa sehari daripadanya karena iman dan mencari ridha Allah Subhanahu waTa'ala , niscaya ia akan mendapatkan keridha-anNya." (Hadits maudhu').
Dari berbagai uraian di muka, jelaslah bahwa pengkhususan bulan Rajab untuk berbagai amalan dan ibadah tertentu bukanlah tuntunan dan ajaran Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wasallam,. Cukuplah kita beribadah dan melakukan amalan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan beliau.

(Redaksi Buletin an-Nur)

Kamis, 02 Juni 2011

TAUBAT

Taubat Nabi-nabi dalam Al-Quran

Al-Quran telah menyebutkan kepada kita taubat Nabi-nabi dan orang-orang yang soleh atas perbuatan salah mereka. Mereka akan menyesal, bertaubat dan beristighfar dari kesalahan itu. Dengan berharap agar Allah SWT mengampuni dan meneriman taubat mereka.Pemimpin orang-orang yang taubat adalah nenek moyang manusia, Adam as Yang telah Allah SWT jadikan dia dengan tangan-Nya dan meniupkan ke dalam dirinya secercah dari ruh-Nya, memerintahkan malaikat untuk sujud kepadanya, mengajarkan kepadanya seluruh nama-nama, serta memaparkan keutamaannya atas malaikat dengan ilmu pengetahuannya. Namun Adam yang selamat dalam ujian ilmu pengetahuan, tidak selamat dalam “term pertama” ujian iradah (mengekang hawa nafsu). Allah SWT mengujinya dengan beban pertama yang ditanggungkan kepadanya. Iaitu melarang untuk memakan suatu pohon. Hanya satu pokok yang dilarang untuk dimakannya, sementara memberikan kebebasan baginya untuk memakan seluruh pohon Syurga sesuka hatinya, bersama isterinya.

Di sini tampak ia tidak dapat menahan keinginan peribadinya, serta melupakan larangan Rabbnya dengan dipengaruhi bujuk rayu syaitan dan tipu dayanya, sehingga dia pun memakannya dan dia pun terjatuh dalam kemaksiatan. Namun segera dia mencuci dan membersihkan dirinya dari bekas-bekas dosa itu, dengan taubat dan istighfar.”Dan derhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS. Thaaha: 121-122)

Al-Quran menceritakan kepada kita tentang taubat Nabi Musa yang dipilih Allah untuk membawa risalah-Nya dan menerima kalam-Nya. Serta Allah SWT menurunkan taurat kepadanya, menjadikannya sebagai salah satu ulul ‘azmi dari sekian Rasul, serta membekalkannya dengan sembilan ayat-ayat penjelas. Namun ia telah melakukan dosa sebelum mendapatkan risalah. Iaitu kerana menuruti permintaan seseorang dari kaumnya yang sedang bertengkar dengan kaum Fir’aun untuk membantunya, maka kemudian Musa memukulnya dan orang itupun tewas seketika.”Nabi Musa berkata: Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan adalah musuh yang menyesatkan, lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, kerana itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. “(QS. al-Qasas: 15-16)

Beliau juga telah melakukan kesalahan setelah menerima risalah, ketika beliau berkata:”Nabi Musa berkata: Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku melihat kepada Engkau. Tuhan berfirman: Kamu tidak sekali-kali tidak sanggup melihatKu, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sedia kala) nescaya engkau akan dapat melihatKu. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur lebur, dan Musapun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman. ” (QS. al-A’raaf: 143)

Di sini, Allah SWT berfirman:”Wahai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalahku dan untuk berbicara langsung denganKu. Sebab itu berpegan teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. al-A’raaf: 144)

Ketika Musa kembali kepada kaumnya setelah beliau melakukan munajat kepada Tuhannya selama empat puluh malam, dan mendapati kaumnya telah menyembah anak lembu yang dibuat oleh Samiri, dan menjadikan anak lembu itu sebagai tuhan yang disembah, maka amarah beliaupun akan meletup. Dan bersabda: “alangkah buruknya perlakuan kamu sepeninggalku”. Kemudian beliau melemparkan lembaran-lembaran yang terdapat di dalamnya Taurat kalam Allah. Beliau melemparkan lembaran itu ke tanah, padahal di dalamnya terdapat firman-firman Allah. Kemudian menarik kepala saudaranya, Harun, kepadanya, padahal ia juga adalah Rasul sepertinya jua. Dan saudaranya itu berkata kepadanya: “Wahai saudara seibuku, mengapa engkau tarik janggut dan kepalaku, kerana kaum kita itu menganggap aku lemah, dan mereka hampir membunuhku, maka janganlah engkau jadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah jadikan aku dari kumpulan orang yang zalim .Di sini Musa menyedari kemarahannya itu, walaupun marahnya itu kerana Allah SWT.”Musa berdoa: Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan sauadaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. al-A’raaf: 151)

Al -Quran juga menceritakan tentang taubat Nabi Yunus as Ketika beliau berdakwah kepada kaumnya untuk menyembah Allah SWT namun mereka tidak menuruti dakwahnya itu. Maka Nabi Yunus tidak merasa sabar menghadapi itu, dan marah terhadap kaumnya, kemudian beliaupun pergi meninggalkan mereka. Kemudian Allah SWT ingin menguji beliau dengan cubaan yang boleh membersihkannya, dan menampakkan sifat aslinya yang bagus. Serta sejauh mana keyakinanya terhadap Rabbnya dan kejujurannya dengan Rabbnya. Beliau kemudian menaiki sebuah kapal laut, di tengah laut kapal itu dihantam angin besar, dan dipermainkan oleh ombak, dan mereka merasa bahawa mereka sedang berada dalam bahaya yang besar. Para anak buah kapal berkata; kita harus mengurangkan beban kapal sehingga kapal ini tidak tenggelam. Dan akhirnya mereka harus memilih untuk menceburkan sebahagian orang yang berada di atas kapal itu agar para penumpang yang lain selamat dari ancaman tenggelam itu. Hal itu dilakukan dengan sistem undian. Kemudian undian itu jatuh kepada Yunus, dan beliaupun harus mengikuti nasibnya itu. Maka beliaupun dilemparkan ke laut, dan kemudian ditelan oleh seekor ikan paus, sambil mendapatkan kecaman kerana ia marah terhadap kaumnya serta meninggalkan mereka, kerana putus harapan atas mereka. Tanpa berupaya untuk terus mengulangi usahanya itu. Di dalam perut ikan paus itu, keyakinan Yunus kembali menguat, dan beliau berdoa dalam kegelapan yang menyelimutinya itu: kegelapan laut, kegelapan malam, dan kegelapan perut ikan paus, dengan kalimat-kalimat yang dirakam oleh al-Quran ketika bercerita dengan ringkas tentang Yunus ini:”Dan (ingatlah) kisah Dzun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahawa Kami tidak akan mengenakannya atau menyulitkannya, maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: Bahawa tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau . Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. ” (QS. al-Anbiyaa: 87-88)

Tiga kalimat pendek yang dipergunakan oleh Yunus as, namun ketiganya mempunyai pengertian yang besar:Pertama: menunjukkan atas tauhid – tauhid uluhiyah -, yang dengnnya Allah SWT mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula berdiri syurga dan neraka: “La Ilaha Illa Anta” “tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau “.Kedua: menunjukkan pembersihan Allah SWT dari seluruh kekurangan. Ini adalah makna tasbih yang dilakukan langit dan bumi dan seluruh makhluk. Kerana segala sesuatu bertasbih dengan memuji-Nya. “Subhaanaka” “Maha Suci Engkau”.Ketiga: Menunjukkan pengakuan atas dosa yang dilakukan. Tidak menjalankan hak Rabbnya dengan sempurna serta menzalimi diri sendiri kerana sikapnya itu. “Inni kuntu Minazh zhaalimiin” “sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” ini adalah tanda sebuah taubat.Tidak hairan jika kata-kata yang pendek namun jujur dan ikhlas itu akan mendapatkan jawapannya di dunia ini, sebelum di akhirat:”Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. al Anbiya: 88)Dan kata-kata yang mengandungi tiga hal ini: peng-esaan, pembersihan dan pengiktirafan, menjadi contoh bagi pujian dan do’a ketika terjadi kesulitan. Hingga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia mensahihkannya diriwayatkan:”Do’a saudaraku Dzun Nun (Nabi Yunus) yang jika dibaca oleh orang yang sedang tertimpa bencana nisaya Allah SWT akan menghilangkan bencana dan kesulitannya itu:” Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang melakukan kezaliman ” .

Al-Quran juga menuturkan kepada kita tentang cerita taubat nabi Daud as seperti diceritakan dalam surah Saad. Iaitu ketika dua orang yang sedang berselisih datang kepada beliau, dan memasuki mihrab beliau, sehingga beliau terkejut melihat kedua-dua orang itu.

Keduanya kemudian berkata:”Janganlah kamu merasa takut (kami) adalah dua orang yang berselisihan, salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain, maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukkilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini, mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor sahaja. Maka dia berkata: Serahkanlah yang seekor itu kepadaku, dan ia mengalahkan aku dalam perdebatan. Daud berkata: Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambah kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang soleh; dan amat sedikit mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. ” (QS. Saad: 22-25)

Kita lihat, apa kesalahan Nabi Daud dalam kisah ini, yang dia sangka sebagai fitnah, dan cubaan bagi beliau, kemudian beliau beristighfar kepada Rabbnya, serta tunduk sujud dan memohon keampunan.Yang tampak dalam kisah itu adalah: Nabi Daud as bertindak dengan tergesa-gesa serta tidak meneliti dahulu secara mendalam, sehingga beliau terpengaruh oleh dorongan emosi ketika mendengar perkataan salah seorang yang sedang berselisih itu. Dan secara tergesa-gesa memutuskan hukum dengan merugikan pihak lain, tanpa terlebih dahulu mendengar alasan-alasannya, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk membela dirinya sendiri. Seorang hakim yang adil hendaknya tidak terpedaya oleh ucapan satu pihak yang sedang berselisih atau penampilannya. Hingga ia telah meneliti dan menyelidikinya dengan teliti, dan mendengar dari seluruh pihak yang berselisih dan adanya dalil yang menyokong ucapan masing-masing. Oleh kerana itu ada yang mengatakan: Jika salah seorang yang sedang berselisih datang kepadamu dan sambil memperlihatkan satu matanya yang luka, maka tunggullah hingga engkau juga melihat lawan perkaranya, kerana barangkali justru lawannya itu kedua matanya luka!Oleh kerana itu, datang perintah Tuhan agar Daud tidak cepat terpengaruh oleh emosinya dalam menetapkan suatu undang-undang.

Dalam firman Allah SWT:”Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia denga adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Saad: 26)

Adakah kedua-dua orang yang sedang berselisih itu adalah memang manusia, atau dua malaikat yang menyamar sebagai manusia, datang untuk menguji Nabi Daud, kemudian keduanya lenyap tanpa bekas?Apapun kemungkinannya, namun pengertian dan tujuannya adalah sama. Namun itu tidak boleh dijadikan sebagai suatu bentuk metafor, dan sebagai sindiran bagi Daud sendiri, kerana ia menginginkan isteri tetangganya sendiri, seperti digambarkan oleh kisah-kisah Israiliat yang memaparkan dengan buruk perjalanan para Rasul dan Nabi-nabi. Hingga dalam kisah Israiliat itu para Nabi telah jatuh dalam tindakan-tindakan yang orang biasa saja tidak mahu melakukannya, maka bagaimana mungkin berlaku bagi seseorang yang Allah SWT mudahkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya pada petang dan pagi hari. Tentangnya Allah SWT berfirman:”Dan ingatlah akan hamba Kami Nabi Daud, yang mempunyai kekuatan, sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan)”.”Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik”.

Ayat-ayat yang berkaitan dengan taubat banyak terdapat dalam al-Quran, dan dalam halaman selanjutnya ayat-ayat itu akan kami ungkapkan. Insya Allah.(sebelum, sesudah)Judul Asli: at Taubat Ila AllahPengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi

Penterjemah: Abdul Hayyie al KattaniPenerbit: Maktabah Wahbah, KaherahCetakan: I/1998

SETULUS HATI SEIKHLAS JIWA

By: Hati Balqis